Teman-teman dari suku jawa pernah bertanya kepada saya "Kenapa di  Film dan sastra yang bernuansa Minangkabau cenderung melihatkan sistem  perjodohan , kawin paksa dan kerasnya peran seorangdatuk" ya lihat saja  lah Siti Nurbaya, Midun, Tenggelamnya Kapal Van Derwick. Dan ini  melihatkan kerasnnya dan tertutupnya Adat Minang dari pandangan mereka.
Kalau  dilihat dari cerita itu memang begitu menurut penilaian saya, namun  banyak sekali hal-hal dari budaya minang terdahulu yang keras ternyata  menyebabkan lahirnya pertentangan batin, "pemberontak" dalam pola pikir  sehingga melahirkan suatu permikiran yang sangat berlian dan sangat  kritis sehingga banyaklah terlahir orang ternama pada jamannya boleh  kita lihat "Hatta, Tan Malaka, Buya Hamka, Abdul Muid, Rasuna said,  Rohana Kudus, M Natsir, M Yamin, Sultan Syahri, Syeikh Ahmad Khatib  Al-Minangkabawi, Marah Rusli, Taufiq Ismail, Asaat, Rosihan Anwar,  Muchtar Lubis dan banyak lagi yang lainnya.
Hatta saja  saya ambil contoh, beliau biasa terdidik dengan model kenagarian yang  besar, dimana mamaknya (paman danlam bahasa padang) adalah orang yang  sangat  tegas, begitu juga dengan kedua orangtuanya. Dia tidur di surau  (mushola) dan belajar mengaji dimalam hari dengan buya (guru mengaji)  seperti halnya dengan remaja minang dulunya, tidur di mesjid.
Lama-lama  kebudayaan yang katanya keras itu meluntur, dimasa saya aja masih ada  namanya didikan subuh, dimana kami yang biasa ngaji di TPA tiap hari  pada sore hari dan pada hari minggu pagi ada yang namanya didikan subuh,  sebelum subuh kami sudah harus berkumpul di langgar untuk sholat  berjamaah dan prakte ibada, semua itu sangat membekas diotakm saya.  Sekang itu suda tidak ada, anak2 hanya TPA pada hari tertentu saja,  tidak ada lagi didikan subuh.
Satu lagi tradisi orang  minang jika, sanga pria sudah cukup umur mereka akan merantau, merantau  dalam arti bekerja, belajar dan menuntut ilmu agama. Dahulu merantau  kita akan dibekali oleh orang tua, niniak mamak untuk berangkan dan  setrusnya untuk biaya hidup kita harus berjuang sendri. Sekarang sudah  berbeda, kami orang minang kuliah sudah kebanyakan mengandalkan beasiswa  dan tidak sedikit mengandalkan wesel dan tranfer bank dari oranmg tua  "termasuk saya".
Sekarang tradisi kami sudah melunak,  sudah jarang didengar dijodohin, dikawin paksa, disuruh tidur disurau  belajar silat dan belajar mengaji. Teman2 yang bukan orang minang  mungkin melihat itu sebagai satu nilai kemoderenan karena ada  keterbukaan. Tapi bagi saya itu negatif karena lihat orang minang  sekarang "mana tokohnya, mana pahlawannya dan  mana sastrawannya yang  bisa dijadikan panutan..?'. Sekarang kami ditempa terlalu luinak dan  menjadi lembek, dulu mereka ditempa denngan keras menjadi pisau yang  sangat tajam.
Semoga lahir tokoh minang yang nasional  yang siap menantang dan membantu seperti tan malaka dan syahril, yang  anti korupsi seperti hatta, yang fokal seperti rohana kudus dan abdul  muis, yang di hormati umat seperti buyam hamka dan yang menjadi imam  seperti Al Minangkawi, dan penyejuk hati seperti marah rusli dan taufik  ismail.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar